Docsity
Docsity

Prepare for your exams
Prepare for your exams

Study with the several resources on Docsity


Earn points to download
Earn points to download

Earn points by helping other students or get them with a premium plan


Guidelines and tips
Guidelines and tips

Pencemaran Sungai: sebuah masalah ekologi di Semarang, High school final essays of Philosophy

Dewasa ini dunia mengalami banyak perubahan dalam berbagai aspek kehidupan Peradaban dunia menjadi lebih maju dan mempermudah hidup manusia. namun tak dapat dipungkiri bahwa kemajuan dunia menciptakan krisis lingkungan. Menurut ensiklik Laudato Si akar dari terjadinya krisis lingkungan hidup adalah dari manusia sendiri. Krisis manusiawilah yang menjadi akarnya. Di dalam diri manusia terdapat egosentrisme yang kuat. Egosentrisme itu membuat manusia berpikir untuk dirinya sendiri.

Typology: High school final essays

2020/2021

Uploaded on 11/13/2022

atanasiusyubile
atanasiusyubile 🇮🇩

4 documents

1 / 8

Toggle sidebar

Related documents


Partial preview of the text

Download Pencemaran Sungai: sebuah masalah ekologi di Semarang and more High school final essays Philosophy in PDF only on Docsity! Pencemaran Sungai: Sebuah Masalah Ekologi di Semarang Atanasius Yubileum Agung_206114004 Prolog Dewasa ini dunia mengalami banyak perubahan dalam berbagai aspek kehidupan Peradaban dunia menjadi lebih maju dan mempermudah hidup manusia. namun tak dapat dipungkiri bahwa kemajuan dunia menciptakan krisis lingkungan. Menurut ensiklik Laudato Si akar dari terjadinya krisis lingkungan hidup adalah dari manusia sendiri. Krisis manusiawilah yang menjadi akarnya. Di dalam diri manusia terdapat egosentrisme yang kuat. Egosentrisme itu membuat manusia berpikir untuk dirinya sendiri.1 Segala sesuatunya dipandang dari sudut pandang “untuk diriku”. Hal ini membuat manusia berpikir bahwa dirinya berkuasa atas alam dan alam harus memberikan semuanya untuk manusia. Dari situlah krisis manusiawi merambat menuju krisis lingkungan hidup. Ensiklik Laudato Si menyebutkan bahwa ada berbagai jenis kerusakan lingkungan seperti polusi dan perubahan iklim yang menurut Paus Fransiskus berasal dari budaya ‘membuang’ barang;2 masalah air, hilangnya keanekaragaman hayati, penurunan kualitas hidup dan kemerosotan moral, dan ketimpangan global yang oleh Paus Fransiskus ditengarai sebagai dampak dari kerusakan lingkungan dan kemerosotan moral dan yang paling terkena dampaknya adalah yang miskin dan terkucil.3 Lebih lanjut, dalam ensiklik Laudato Si disebutkan enam permasalahan yang menjadi pokok dari krisis ekologi. Yang pertama adalah teknologi yang bisa menjadi pedang bermata dua. Kekuatan teknologi yang terus meningkat menempatkan manusia di persimpangan jalan (art. 102). Ada ketegangan batin yang mau tidak mau harus diakui keberadaanya. Di satu sisi teknologi telah membantu manusia mengatasi keterbatasannya. Dengan demikian kualitas hidup manusia menjadi lebih baik (art. 103). Tetapi perlu disadari juga bahwa di sisi yang lain teknologi bisa berbalik merusak hidup manusia dan lingkungannya. Ini terjadi sebab kemajuan teknologi memberi kekuasaan kepada manusia untuk mengendalikan segalanya. Maka tidak ada jaminan bahwa hal tersebut akan selalu digunakan dengan baik (art. 104). 1 Douglas H. Knight, “The Spirit and Persons in the Liturgy” dalam The Theology of John Zizioulas: Personhood and the Church, diedit oleh Douglas H. Knight (Hampshire: Ashgate, 2007), 193. 2 Komisi Antarfransiskan untuk Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan, Pedoman Studi untuk Ensiklik Laudato Si, (2015), 5. 3 Ibid. Akar yang kedua adalah defisit dalam hal tanggungjawab, nilai-nilai dan hati nurani. Defisit atas hal-hal tersebut membuat manusia berpikir bahwa segala sesuatunya akan baik-baik saja padahal dalam kenyataannya tidaklah demikian. Dengan demikian kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan atas teknologi semakin besar sepanjang tidak ada pengembangan kemanusiawian dalam hal tanggungjawab, nilai-nilai dan hati nurani. Akar yang ketiga adalah campur tangan yang membabi buta atas alam. Di sini sangatlah nampak relasi antara manusia dan alam. Paus Fransiskus sendiri mengingatkan bahwa manusia dan alam memiliki keterkaitan satu sama lain. Ada hubungan timbal balik di antara keduanya. Namun, yang terjadi seringkali bukanlah hubungan timbal balik mutualisme melainkan parasatisme. Manusia justru membabi buta dalam berelasi dengan alam. Campur tangan manusia berniat memeras sebanyak mungkin segala benda, sambil mengabaikan atau melupakan kenyataan yang ada di depannya (art. 106). Akar yang keempat adalah bahaya paradigma teknokratis. Paradigma Tenokratis adalah pandangan yang membawa keuntungan tanpa memberi perhatian pada kemungkinan terjadinya dampak negatifnya. Teknokratis justru membentuk prilaku kompulsif yang bersujung pada obsesi untuk terus mengkonsumsi secara berlebihan.4Dari sini nampaklah bagaimana teknokratis berfokus pada manusia dan semua ditujukan kepada manusia. Ada banyak gerakan yang muncul sebagai tanggapan atas masalah lingkungan hidup. Ada gerakan yang sudah mendunia seperti Greenpeace yang sudah berdiri sejak 1971.5 Pada mulanya Greenpeace dibentuk sebagai gerakan yang menolak aksi Amerika Serikat melakukan uji coba bom nuklir di Alaska. Mereka menolaknya karena dapat merusak Alaska yang adalah habitat bagi berang-berang, elang kepala botak dan satwa liar lainnya. Seiring berjalannya waktu Greenpeace mulai memperluas aksinya untuk menjaga lingkungan. Mereka terlibat dalam kampanye mengurangi penggunaan sampah plastik, pemulihan laut yang tercemar karena tumpahan minyak, konservasi hutan, perlindungan terhadap satwa langka dan masih banyak lagi. 4 Vi Westhelle, “The Weeping Mask: Ecological Crisis and the View of Nature”, Word & World 11 (Maret 1991), 144. 5 “Sejarah Greepeace,” Greenpeace, diakses 1 Desember 2021, https://www.greenpeace.org/indonesia/cerita/2565/para-pendiri-greenpeace/. manusia. Bukan tidak mungkin bahwa pola pikir ekologis dapat menjadi tatanan baru yang mempengaruhi hidup manusia. Dengan demikian terjadi kontinuitas dalam pelestarian sungai. Terkait solusi yang diambil, penulis mengambil gagasan-gagasan teologi dan deepecology sebagai penunjang dan penegas solusi yang dipilih. Bagi Gereja Katolik air menjadi elemen yang sangat penting dan tidak terpisahkan. Kita bisa melihatnya dalam praktik liturgi Gereja Katolik yang banyak menggunakan air. Dalam perayaan Ekaristi air digunakan ketika pencampuran air dan anggur. Upacara pembaptisan orang Katolik juga menggunakan air. Ketika orang masuk ke dalam Gereja mereka membuat tanda salib setelah mencelupkan jari ke air. Pada minggu pertama tiap bulan ada praktik pemercikan air suci. Semua ini menunjukkan bahwa air banyak digunakan dalam hidup Gereja. Bagi orang Katolik, air merupakan tema ekologi yang fundamental dan juga simbol spiritual.16 Kita dapat melihatnya dalam kisah penciptaan dari Kejadian bab 1. Di sana dikisahkan bahwa pada mulanya Roh Allah melayang-layang diatas air. Kisah ini sejatinya ingin menjelaskan bahwa air adalah sumber kabaikan.17 Air samudera raya menjadi tanda air pembabtisan yang menandai kehidupan yang akan datan, akhir dari dosa dan awal baru bagi penciptaan semesta. Selanjutnya air ambil bagian dalam pembentukan langit yang terpisah dari bumi. Diksi air juga kembali muncul ketika Allah menciptakan laut untuk membedakannya dengan daratan. Dari sini nampaklah bahwa sejak awal mula air menjadi bagian yang tak terpisahkan dari manusia dan malahan menjadi tanda awal mula kehidupan. Yesus sendiri menggunakan air sebagai gambaran diri-Nya. Ia menggunakannya sebagai ajaran mengenai air hidup yang mengantar pada kehidupan kekal. Ini ditampakkan dalam kisah perjumpaan Yesus dengan wanita Samaria (bdk. Yoh 4:7-15). Yesus menyodorkan kepada wanita itu air yang senantiasa memberi kesegaran. Sebuah gambaran bahwa Yesus adalah sumber kehidupan bagi manusia. Terkait dengan fenomena pencemaran sungai, alkitab memiliki kisah serupa (bdk. 1Raj 2:19-22). Dikisahkan bahwa pada masa Elisa bangsa Israel sedang ada dalam kesulitan karena air sungai yang biasa digunakan oleh orang-orang itu ada dalam keadaan yang tidak baik. Menanggapi kejadian itu Elisa menaburkan garam ke mata air yang tercemar. Setelah itu ia 16 Water in Catholic Social Teaching,” ecojesuit, diakses pada 1 Desember 2021, https://www.ecojesuit.com/water- in-catholic-social-teaching/, paragraf 1. 17 “Air Bagi Kehidupan,” Divine Word Missionaries Peace and Justice Issues, diakses 24 November 2021. berdoa dan air itu menjadi sehat kembali. Dengan demikian orang-orang dapat menggunakannya kembali tanpa perlu merasa khawatir. Kisah ini ingin menunjukkan betapa pentingnya menjaga kebersihan air (bdk. Im. 11:34-36;Mrk. 7:4). Ini dilakukan sebab air ibarat tempat suci, bahkan menjadi tempat ibadah dan nyanyian (bdk. Bil 21:17-18).18 Perwujudan Gagasan Terkait penanggulangan masalah pencemaran lingkungan, tindakan yang penulis ambil adalah melalui katekese ekologi. Langkah ini penulis ambil sebab sebagai mahasiswa, ruang lingkup yang penulis miliki adalah edukasi. Dengan situasi ini, penulis ingin memanfaatkan ruang lingkup tersebut. Di samping itu, penulis juga punya bekal yang akan menjadi isi dari katekese itu. Bekal tersebut penulis dapatkan dari perkuliahan yang diikuti oleh penulis. Alasan lain penulis memilih katekese sebagai solusi penanggulangan adalah karena penulis menyetujui gagasan paus Fransiskus soal pendidikan ekologi. Pendidikan ekologi sebagai solusi punya kemungkinan lebih lama untuk tertanam dalam diri sebagai pola pikir. Dengan demikian prospek dan manfaat terjadinya penanggulangan masalah pencemaran sungai dan pelestariannya dapat lebih terjamin dan berkelanjutan. Di samping gerakan personal yang penulis gagas, ada juga gerakan komunal yang muncul di masyarakat kota Semarang. Misalnya penggunaan limbah pabrik tahu menjadi energi biogas untuk kebutuhan masyarakat di daerah Bandungan. Ide ini digagas oleh kelompok karang taruna setempat sebagai tanggapan atas adanya pencemaran sungai oleh limbah dari pabrik tahu. Selain melalui gerakan komunal, pemerintah kota Semarang juga melakukan upaya penanggulangan pencemaran sungai melalui peraturan pemerintah no. 13 tahun 2006.19 Peraturan tersebut berisi kriteria limbah yang dapat mencemari sungai, daftar bahan-bahan kimia yang perlu diolah sebelum dibuang, kewangan dan tanggungjawab pelaksanaan perlindungan sungai dari pencemaran, dan bentuk-bentuk penanggulangan yang bisa dilakukan. Keberadaan peraturan ini membantu pemerintah untuk mencegah, menanggulangi sekaligus menindak pelaku penyebab terjadinya pencemaran. 18 “Makna Air dalam Alkitab," Lembaga Biblika Indonesia, diakses pada 1 Desember 2021, https://www.lbi.or.id/2017/12/20/air-yang-mematikan-menghidupkan-dan-menyucikan-1/, paragraf 10. 19 http://satudata.semarangkota.go.id/adm/file/20170802093815Perda13Th.2006ttgPengendalianLH.pdf/. Daftar Pustaka “Air Bagi Kehidupan,” Divine Word Missionaries Peace and Justice Issues, diakses 24 November 2021. Gusmadi, Samsuri Setiawan. “Gerakan Kewarganegaraan Ekologis sebagai Upaya Pembentukan Karakter Peduli Lingkungan,” Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 4 no. 2 (2019), 381-392. http://satudata.semarangkota.go.id/adm/file/ 20170802093815Perda13Th.2006ttgPengendalianLH.pdf/. http://satudata.semarangkota.go.id/adm/file/ 20190103145003DATAADUANPENCEMARANTAHUN2017.pdf/. https://data.semarangkota.go.id/infoaktual/sungai/. Knight, Douglas H. “The Spirit and Persons in the Liturgy” dalam The Theology of John Zizioulas: Personhood and the Church, diedit oleh Douglas H. Knight. Hampshire: Ashgate, 2007. Komisi Antarfransiskan untuk Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan, Pedoman Studi untuk Ensiklik Laudato Si, (2015). Kureethadam, Joshtrom Isaac. “Ecological Education in Laudato Si,” Seminare 37 , no. 4 (2016), 83-96. Laudato Si’ Study & Action Guide, Columban Center, 1 Desember 2021, http://columbancenter.org/sites/default/files/pdf/Laudato-Si-Study-and-Action-Guide-2017.pdf/. “Makna Air dalam Alkitab," Lembaga Biblika Indonesia, diakses pada 1 Desember 2021, https://www.lbi.or.id/2017/12/20/air-yang-mematikan-menghidupkan-dan-menyucikan-1/, paragraf 10. Mulyanto, “Partisipasi Masyarakat dalam Pengendalian Pencemaran di Daerah Aliran Sungai Babaon” Tesis S2, Universitas Diponegoro, 2003. Suparjo, Mustofa Niti “Kondisi Pencemaran Perairan Sungai Babon Semarang,” Jurnal Saintek Perikanan 4, no. 2 (2009), 38-45.
Docsity logo



Copyright © 2024 Ladybird Srl - Via Leonardo da Vinci 16, 10126, Torino, Italy - VAT 10816460017 - All rights reserved